[CHAPTER 4] The Maiden Who Travels The Planet


Chapter 3 silahkan baca disini


Bagian 4

Hingga saat ini, Aerith mengira Lifestream tidaklah beraroma. Seolah kelima indra dari jiwanya masih berfungsi dengan normal ─ Ia dapat mendengar suasana sunyi senyap sekelilingnya, ia juga masih dapat melihat kumpulan energi samar yang merupakan dasar dari sosok bayangan yang telah ia jumpai. Memang benar ia juga dapat menyentuh sesuatu, namun di dalam dunia ini Aerith merasa bahwa itu semua hanya merupakan ilusi semata.

Tak butuh makan karena tidak merasakan lapar. Indra penciumannya juga masih bekerja meskipun tidak ada aroma di sini. Bahkan darah yang berada di lengan senjata Dyne hanyalah contoh kecil yang menjelaskan hanya berbau samar di dunia ini. Aerith sedih membayangkan ia mungkin tidak dapat mencium wangi bunga seperti saat ia masih hidup.

Aerith melihat sosok bayangan lain melintas.

Baunya seperti bau busuk. Seolah-olah belum terurai sempurna namun mengeluarkan bau menyengat yang dapat membuat tubuh bergidik ngeri dan mengerutkan kening.

Tempat ini satu-satunya tempat dimana energi Mako begitu lemah. Tempat dimana Mako terdistorsi oleh energi Mako yang datang dari masa lalu. Ketika Aerith melewatinya, disana terlihat sesosok pria tua.

“Hhhmmm, aku ingat wajah itu.”

Masih sama seperti dulu ketika ia masih hidup, pria itu mengenakan setelan mahal yang sesuai dengan karakternya. Sekilas, Aerith merasakan bahwa bayangan sosok itu hampir memilik wujud yang ‘kuat’ sama seperti dirinya. Hanya sepatu dan pakaian mahal yang pria itu kenakan yang membedakannya. Raut wajahnya tampak samar yang terlihat memiliki kumis yang rapi, wajah bulat dan suara gemetar seperti orang tua pada umumnya.

“Namamu… Ah, aku tidak peduli. Kau gadis berdarah Ancient, apa aku benar?”

“Itu bukan masalah.”

Aerith tidak punya niatan untuk memberitahu namanya. Sosok yang berada di depannya adalah mantan Presiden Shinra, perusahaan yang memiliki otoritas mutlak yang memaksa masyarakat di dikte dalam ideologi mereka.

“Ternyata begitu, jadi kau jatuh juga ke tempat ini. Apa kau juga sudah mati? Di tempat yang sama?”
Mantan Presiden itu terlihat tidak bisa menahan tawanya. “Kita akhinya bertemu kembali seolah-olah takdir sudah mengikat kita berdua. Planet ini tampaknya benar-benar tahu bagaimana membuat aturan. Aku merasa seperti mendapatkan sesuatu yang selama ini aku harapkan.”

“Mendapatkan sesuatu?”

Sama seperti yang pertama kali Dyne katakan. Tapi dalam kasus Dyne, Dyne hanya mengatakan kata-kata sinis yang memang menjadi khas dirinya. Pria tua ini sekilas terlihat sama namun sangat berbeda. Aerith merasa apa yang Mantan Presiden itu katakan benar-benar serius mengatakan apa yang ia ingin katakan.

“Kau tidak mengertikan? Para pemegang darah Ancient ternyata lebih bodoh dari yang ku kira. Baiklah, mungkin itu yang menyebabkan kau sangat menolak bekerjasama dengan Shinra. Hahhaha, sungguh menyedihkan hidupmu.”

“Sungguh aneh, aku tidak pernah merasa hidupku begitu menyedihkan.”

Pria tua itu ketawa cekikikan melihat Aerith telah sukses ia bodohi.

“Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi pada hidupnya. Tapi cobalah sedikit berpikir tentang itu. Setelah melarikan diri dari penelitian Hojo bersama ibumu, hidupmu jatuh ke dalam sampah kumuh selama 15 tahun yang kau habiskan di Midgar. Ketika *The Turks menemukanmu, kau seharusnya dapat menikmati hidup mewah bersama kami di atas piringan Midgar. Pada waktu itu, Hojo bermimpi menginginkan beberapa eksperimen lain dan aku beri dia insruksi untuk tetap mengawasimu. Tapi jika saja kau mengambil inisiatif melakukan kerja sama dengan kami, aku akan menyambutmu dan memberimu perlakuan khusus di Shinra. Jadi apa yang kau pikirkan sekarang? Setelah tinggal dalam pemukiman kumuh, merangak dan mengais seperti serangga, terlibat dengan Avalanche dan mati tanpa mengetahui kemewahan hidup, apa semua itu masih dapat kau katakan kalau hidupu tidaklah menyedihkan?”

“…Sombong sekali kau, membandingkan betapa beruntungnya hidupmu sementara keberuntungan kami kalian renggut.”

“Aku adalah orang yang paling benar. Jika kau lihat dari sisi manapun tidak ada manusia yang dapat melebihi kehidupan ku.”

Wajah Presiden itu menyeringai dan melanjutkan ejekannya.

“Dengan kecerdasanku, aku mengembangkan Shinra, perusahaan yang awalnya hanya memproduksi senjata hingga sebesar sekarang. Menemukan kemungkinan memanfaatkan energi Mako dan membangun reaktor Mako untuk menghasilkan energi itu sendiri yang pada akhirnya di gunakan masyarakat untuk meningkatkan standar hidup mereka dan mendapat perhatian mereka. Setelah mereka hidup nyaman, mereka mulai terlihat seperti kecanduan obat bius yang mengubah pikiran mereka menjadi orang tolol. Dan kita, Shinra mengontrol energi tersebut untuk memperluas skala perusahaan dalam waktu singkat. Dengan beberapa iklan-iklan kecil kami merekrut orang-orang jenius yang kami inginkan. Bermimpi membangun kota besar (Metropolis), dan mengekplorasi luasnya ruang angkasa… mereka rela melakukan semua itu untuk diriku, jadi aku gunakan mereka. Mereka melayani seperti seorang raja. Masyarakat publik tidak dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan media yang berada di pihak masyarakat hanya bisa mengikuti perintah Shinra layaknya kami memonopoli energi Mako. Shinra akhirnya mengambil alih sistem negara dan melesat naik tahkta dimana tidak seorangpun dapat mengkritik apa yang Shinra lakukan. Aku bisa saja menyiksa orang-rang bodoh, memiliki kekayaan yang tak terbatas dan mendikte dunia karena aku adalah seorang penguasa, namun sekarang jangan pedulikan itu. Jadi, apa yang kau pikirkan Ancient? Apa kau mengerti apa yang kami dapatkan lebih sekarang? Atau lebih tepatnya, betapa menyedihkannya hidupmu itu?”

“Hmmm… Mungkin?”

Apa yang Aerith mengerti adalah kebahagiaan orang tua itu berbeda jauh dengan apa yang ia pikirkan. Kebahagiaan yang pria itu katakan adalah kebahagian secara relatif. Pria itu ingin menjadi nomor satu dan memilik posisi di atas di mana ia memiliki keuntungan lebih daripada yang lain. Dan hasilnya, Shinra memiliki ide untuk menyerap energi Planet bahkan hingga saat ini. Pria itu seperti anak kecil yang tidak pernah puas dengan apa yang telah ia miliki.

Aerith tidak punya niatan membantah ocehan pria tua itu. Jika menurutnya ia bahagia dengan apa yang telah ia dapat maka biarlah. Hati pria serakah itu telah membusuk seolah-olah tidak tahu balasan apa yang ia dapatkan setelah ia mati.

Selalu mencari cara untuk membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Pria itu masih tidak puas melihat ekspresi Aerith yang sama sekali tidak menghiraukannya.

“Bodohnya aku, membandingkan diriku sendiri dengan orang bodoh. Aku tidak dalam mood baik sekarang, sungguh membosankan. Enyahlah jika kau tidak mengerti apa yang ku katakan.”

“Tenang saja, aku baru saja ingin pergi.”

Pria tua itu benar-benar terjerumus dalam keserakahan. Tahktanya pasti akan segera membusuk dan dia pasti hanya berputar-putar dalam lautan Lifestream bertahun-tahun sampai dia bisa menghilangkan egonya.

Ketika Aerith berbalik melanjutkan perjalanannya…

Sesuatu yang aneh terjadi. Gelombang aneh memecah Lifestream, memaksa merangsek kedalam lautan Mako. Sebuah pemandangan yang tidak menyenangkan terlihat.

“Apa itu? Apa yang terjadi?”

Mendengar teriakan pria tua itu, Aerith kembali berbalik.

Sejauh apa yang dapat Aerith lihat, sosok mantan presiden itu melayang seperti terseret gravitasi. Ia diseret dan terkoyak dengan cepat menuju suatu tempat yang jauh di dalam lautan Mako.

Satu-satunya yang tersisa hanyalah teriakan mantan presiden itu dengan kata-kata teror seolah-olah mengutuk apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Aerith merasa nadinya berdenyut kencang, ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Perasaan ini sama ketika ia terakhir kali berada di Forgotten City.

Aerith merasa ada pria yang bersembunyi di suatu tempat dalam Lifestream.

“Sephiroth…”

Pria keji berambut silver tersenyum tipis seakan telah menghakimi jiwa-jiwa di neraka. Kali ini Aerith tahu akan ada bencana besar yang akan terjadi.

Sihir *Holy (baca: suci) dulu sudah pernah Aerith ucapkan. Bekas luka Planet yang dulu… Sephiroth telah berada di Northen Carter yang Jenova sebut awal mula “Promised Land”, menunggu waktu ia bangkit seutuhnya.

Ultimate Destructive Black Magic Meteor, sebuah meteor raksasa mulai bergerak yang siap menghantam Planet ini telah terpanggil.

Chapter 5 bisa di baca disini

[CHAPTER 4] The Maiden Who Travels The Planet [CHAPTER 4] The Maiden Who Travels The Planet Reviewed by iqbalSP on 01:15 Rating: 5

No comments:

Advertise